oleh : Wandi Adiansah, Moch. Iqbal Makatita, Hendra
Nugraha1
Abstrak
Masalah sosial merupakan suatu gejala sosial yang selalu ada di masyarakat.
Seiring dengan terjadinya proses perubahan sosial, masalah sosial ini selalu
berkembang baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Masalah-masalah sosial
yang muncul mau tidak mau harus selalu dihadapi karena tidak ada satu pun
masalah sosial yang terjadi dapat dihindari begitu saja. Seiring dengan
berjalannya waktu masalah-masalah sosial yang terjadi di Indonesia semakin
berkembang dan semakin beragam jenisnya. Semakin meningkatnya angka kemiskinan,
korupsi, pengangguran, rendahnya tingkat kesehatan, pendidikan dan
kesejahteraan masyarakat merupakan sedikit dari banyak contoh masalah sosial
yang terjadi di Indonesia. Untuk mengatasi berbagai masalah tersebut tentunya
hal ini perlu menjadi perhatian berbagai pihak. Kolaborasi yang baik antara
pemerintah, masyarakat dan berbagai pihak lain sangat diperlukan untuk
mengatasi hal ini. Selain itu juga diperlukan kesadaran dari berbagai pihak dan
pemanfaatan peluang serta potensi-potensi yang ada sebagai jalan keluar dari
berbagai masalah tersebut. Salah satunya adalah dengan gerakan kewirausahaan
sosial. Sebuah gerakan perubahan dengan tujuan untuk menolong orang lain dan
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi banyak orang. Hal ini senada dengan
gerakan yang digagas oleh tiga mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial
FISIP UNPAD yang bernama Literaculture.
Kata kunci : Masalah sosial, Indonesia, Kesejahteraan sosial, Kewirausahaan
sosial, Literaculture.
Pendahuluan
Indonesia merupakan sebuah negara
berkembang dengan tingkat populasi penduduk yang tinggi. Tingginya tingkat
populasi penduduk ini sayangnya tidak dibarengi dengan peningkatan angka
kesejahteraan. Semakin tingginya angka kemiskinan, pengangguran, korupsi serta
rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan semakin memperparah
daftar masalah-masalah yang ada di negeri ini. Sudah hampir 68 tahun bangsa ini
merdeka, namun tidak dapat kita pungkiri berbagai masalah-masalah sosial masih
saja ada dan seperti telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Indonesia
masalah-masalah tersebut malah semakin betah dan seolah tidak ingin pergi dari
kehidupan di negeri ini.
Jenssen (dalam Edi Suharto, 1997:153)2 mengatakan
bahwa secara umum, masalah dapat didefinisikan sebagai perbedaan antara harapan
dan kenyataan atau sebagai kesenjangan antara situasi yang ada dengan situasi
yang seharusnya. Dalam hal ini, masalah-masalah yang telah disebutkan
dimuka merupakan suatu kondisi yang tidak diharapkan namun pada kenyataannya
telah terjadi sebagai sebuah kesenjangan.
1. Kesejahteraan Sosial
Banyaknya masalah sosial yang terjadi di
Indonesia menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia
dapat dikatakan masih rendah. Elizabeth Wickenden3 mendefinisikan
kesejahteraan sosial, sebagai :
“a system of law,
programs, benefit, and service which strengthen or assure provision for meeting
social needs recognized as basic for the welfare of the population and for the
functioning of the social order.
Sementara itu menurut Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial.
Kesejahteraan sosial4 adalah suatu tata kehidupan dan
penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa
keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi
setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah,
rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia
sesuai dengan falsafah negara kita, yaitu pancasila.
Dengan melihat kondisi sosial yang ada di
masyarakat Indonesia saat ini tentu kondisi kesejahteraan yang diamanatkan
dalam Undang-undang tersebut masih belum terpenuhi. Beragam masalah sosial yang
ada menunggu upaya pemecahan dengan segera dari berbagai pihak demi tercapainya
kesejahteraan sosial yang diharapkan.
Masalah sosial yang paling mendasar dalam
kehidupan masyarakat Indonesia adalah masalah kemiskinan. Dikatakan demikian
karena dari satu masalah ini saja dapat memunculkan berbagai masalah-masalah
lain seperti pengangguran, tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakat rendah
dan masalah-masalah lainnya. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah
serta berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. Namun upaya-upaya yang telah
dilakukan tersebut belum mencapai hasil yang diinginkan. Nicholls (2008) dan
Dees (2001)5 secara tegas menjelaskan bahwa pemerintah belum
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan seluruh permasalahan tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan sebuah gerakan yang berasal dari masyarakat dan
bertujuan untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan dapat menjadi
solusinya. Dan gerakan yang dimaksud adalah gerakan kewirausahaan sosial.
2. Kewirausahaan Sosial
Greegory Dees6 menjelaskan
bahwa kewirausahaan sosial berbeda dengan kewirausahaan bisnis dalam banyak
hal. Kunci perbedaanya adalah bahwa kewirausahaan sosial berdiri/berjalan
dengan sebuah misi/tujuan sosial yang eksplisit/jelas dalam pikiran. Tujuan utama
mereka adalah menjadikan dunia menjadi lebih baik. Hal ini mempengaruhi
bagaimana mereka mengukur kesuksesan mereka dan menstrukturkan pengelolaannya.
Dalam hal ini tentu diperlukan agen-agen perubahan yang mampu melihat peluang
dalam suatu masalah dan berani mengambil resiko. Orang-orang tersebut adalah
seorang wirausaha. Adam Smith (dalam Holt, 1992 dalam Dwi Riyanti, 2003: 23)7 melihat
wirausaha sebagai orang yang memiliki pandangan yang tidak lazim yang dapat
mengenali tuntutan potensial atas barang dan jasa. Dalam pandangan Smith,
wirausaha bereaksi terhadap perubahan ekonomi lalu menjadi agen ekonomi yang
mengubah permintaan menjadi produksi.
Sama halnya dengan seorang wirausaha
sosial mereka harus mampu berinovasi dengan memanfaatkan semua potensi dan
peluang yang ada. Dengan memanfaatkan peluang dari setiap masalah sosial yang
ada seorang wirausaha sosial tentunya akan mampu memberikan solusi dan membawa
perubahan menuju Indonesia yang lebih baik. Hal serupa juga dilakukan oleh tiga
mahasiswa Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD dengan mendirikan
sebuah gerakan kewirausahaan sosial yang dinamai Literaculture.
3. Literaculture
Literaculture merupakan sebuah gerakan
sosial berupa sanggar bermain anak sebagai sarana untuk mengembangkan diri dari
sejak dini. Literaculture didirikan pada pertengahan tahun 2013 dan digagas
oleh tiga mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Unpad yaitu Wandi Adiansah,
M. Iqbal Makatita dan Hendra Nugraha. Nama Literaculture sendiri berasal dari
dua suku kata, yaitu “literature” yang berarti membaca dan “culture” yang
berarti budaya. Dari kedua kata tersebut lahirlah nama Literaculture yang
memiliki makna budaya membaca. Diharapkan budaya membaca tersebut dapat ditanamkan dalam kehidupan masyarakat serta akan terus
berkembang serta diwariskan dari generasi ke generasi terutama pada generasi
muda sebagai suatu kebudayaan.
Berawal dari kekhawatiran terhadap
berbagai masalah sosial yang terjadi di Indonesia, terutama masalah-masalah
seputar anak dan remaja seperti kenakalan remaja, gadget addict,
dan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia terutama dikalangan anak dan
remaja. Kami mencoba membuat sebuah gerakan sosial yang bertujuan untuk
mengatasi berbagai masalah sosial tersebut dengan menekankan program gerakan
membaca pada anak dan remaja sebagai sarana untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh setiap anak-anak Indonesia.
Literaculture merupakan suatu gerakan yang
juga mengambil konsep gerakan kewirausahaan sosial. Dalam segi bisnisnya,
literaculture menjalankan usaha jasa pemesanan buku bagi pelajar, mahasiswa dan
masyarakat umum. Selain itu literaculture juga menyediakan jasa pengadaan buku
untuk perpustakaan-perpustakaan TK, Sekolah dan perpustakan yang ada di desa.
Kemudian, sebanyak 80 persen keuntungan yang diperoleh dari jasa pemesanan dan
pengadaan buku tersebut digunakan untuk kegiatan-kegiatan sosial. Salah satu
kegiatan sosial yang dijalankan oleh literaculture adalah Sanggar Bermain
Literaculture.
Sanggar Bermain Literaculture sendiri bertempat di Dusun Rancabawang Desa
Cinanjung Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang. Sanggar ini kami jadikan
sebagai sarana untuk meningakatkan minat baca anak-anak dan remaja disekitar
Desa Cinanjung. Tidak hanya itu Sanggar Bermain Literaculture juga berfokus
pada pendidikan dan pengembangan potensi anak. Selain perpustakaan mini, sarana
yang kami kembangkan adalah sarana olahraga dan kesenian tradisional serta
modern untuk mewadahi dan mengembangkan potensi anak-anak dan remaja di Desa
tersebut.
Visi dan Misi yang dipegang dan yang selalu menjadi penyemangat serta
motivasi bagi kami adalah mewujudkan sebuah masyarakat yang menjadikan
membaca sebagai tradisi yang mulia, menjadikan buku sebagai asset kekayaan, dan
menjadikan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk beramal sholeh.
Dengan adanya gerakan kewirausahaan Literaculture
ini diharapkan, anak-anak Indonesia terutama yang berada di Desa Cinanjung
dapat mengembangkan potensi yang mereka miliki, menggapai cita-cita dan masa
depan mereka serta dapat membawa perubahan bagi bangsa Indonesia.
Kesimpulan
Indonesia masih memiliki
segudang masalah sosial. Dengan banyaknya masalah sosial yang terjadi di
Indonesia, dapat dikatakan tingkat kesejahteraan sosial masyarakat Indonesia
masih rendah. Diperlukan upaya dari berbagai pihak untuk mengatasi berbagai
masalah sosial yang ada. Dan perlu ada gerakan bottom up yang mendorong
Indonesia menuju perubahan. Salah satu gerakan tersebut adalah gerakan
kewirausahaan sosial. Yaitu gerakan kewirausahaan yang tidak hanya berorientasi
pada profit secara material namun juga bertujuan pada kebermanfaatan secara
sosial bagi sebanyak-banyaknya orang. Hal ini sesuai dengan gerakan
literaculture yaitu sebuah gerakan yang bertujuan membudayakan membaca
dikalangan anak dan remaja sebagai sarana untuk mengembangkan potensi yang
dimiliki oleh anak-anak tersebut demi tercapainya kesejahteraan sosial di
negeri tercinta ini.
1Penulis adalah mahasiswa Jurusan Ilmu
Kesejahteraan Sosial FISIP UNPAD
2Edi Suharto,
1997. Pembangunan, Kebijakan Sosial & Pekerjaan Sosial. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan.
3Wibhawa, Budhi, dkk. 2010. Dasar-Dasar
Pekerjaan Sosial Pengantar Profesi Pekerjaan Sosial. Bandung: Widya
Padjadjaran.
4Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial.
5http://innovation-thinking.blogspot.com/2013/07/more-about-social-entrepreneurship-hery.html
6Wibhawa, Budhi, dkk. 2011. Social
Entrepreneurship Social Entreprise Corporate Social Responsibility Pemikiran,
Konseptual dan Praktik. Bandung: Widya Padjadjaran.
7Benedicta Prihatin Dwi Riyanti.
2003. Kewirausahaan dari Sudut Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta:
PT Grasindo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar